Monday, April 28, 2008

aku ingin

aku ingin menemanimu pulang malam ini
menaiki motormu hingga kilometer akhir

aku ingin menemanimu dalam udara pengap asap kopaja, metromini, dan bajaj, melewati sejumlah lampu merah
melewati jalan-jalan layang, melewati terowongan hingga terjebak napas panjang dekat terminal

aku ingin menemanimu menarik napas panjang
mengeluarkan tisu dan mengelap keringat di kening serta lehermu

aku ingin menemanimu turun dari kendaraan butut itu
berjalan melintasi tanah-tanah berlubang menerobos liku-liku gang
hingga pekarangan rumah kontrakanmu yang penuh jemuran

aku ingin menemanimu membuka pintu, memasuki kamarmu
mencopot sepatumu, melepas semua pakaian, dan melemparkannya ke bawah dipan

aku ingin menemanimu menghidupkan kipas angin
lalu meneguk air bening yang dingin itu

aku ingin menemanimu menyalakan teve
menonton film porno dan menghisap candu

aku ingin menemanimu bermain-main dengan sepi
di kamarmu, juga bersamamu***



*** seperti email yang kuterima sore itu

Wednesday, March 12, 2008

Keabadian

Kau tak lagi menambah sepi jiwaku
Tapi lebur entah ke mana
Semoga ini menjadi keabadian jiwa
Selamanya

===juga, buat yang ngerasa aja!====

Wednesday, February 27, 2008

Kesucian Jiwa

Badanku bergetar. Menggigil seperti Muhammad saat bertemu Jibril di Gua Hira.
Persis. Ketika aku melihatmu dalam bayangan malam.
Bukan ketakutan atas dosaku, tapi kesucian jiwamu yang menggetarkan hatiku.


Kebon Sirih, Medio Pebruari
Untuk seseorang masih mengisi hatiku

Friday, February 15, 2008

Soeharto dan Perasaan Seorang Manusia

Aku sadar, ketika pascalengser, Soeharto tidak lagi mau bertemu dengan Ginanjar Kartasasmita, BJ Habibie, maupun Harmoko.

Tiga nama ini, adalah orang yang sangat ditolong oleh Soeharto saat ia berkuasa.

Habibie, misalnya, ia anak desa yang, meskipun Habibie tidak mengaku, disekolahkan oleh orde baru yang kemudian diberi kuasa untuk memimpin PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang sekarang jadi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) itu.

Kepercayaan Soeharto itu, juga membawa Habibie beberapa kali menjadi Menteri Riset dan Teknologi. Bahkan, sempat akhirnya menjadi Wakil Soeharto di kepresidenan.

Tapi rupanya, Habibie berkhianat. Saat Soeharto disuruh mundur, Habibie malah yang menggantikannya. Bukan mundur bareng Eyang yang telah 32 tahun berkuasa itu.

Oke, ini masalah kekuasaan, yang mungkin sedikit beda dengan persaan. Tapi, tetap keduanya bertumpu pada hati.

Perasaan sakit hati Soeharto, seakan-akan tidak bisa memaafkan hingga akhir hayatnya. Karena dia sakit hati, dikhianati oleh orang-orang terdekat yang ia sangat sayangi.

"Biarlah nanti kita bertemu di akherat saja," kata Soeharto, yang ditiru oleh Mbak Tutut, anak sulung Soeharto kepada AM Fatwa saat menjenguk Soeharto. "Bapak itu tidak akan pernah mau bertemu dengan mereka," katanya.

AM Fatwa dulu adalah musuh politik Soeharto, yang pernah dipenjara pada masa ia berkuasa.

"Jadi wajar jika AM Fatwa memberontak. Tapi Kalu Habibie, Harmoko dan Ginanjar memberontak kan menyakitkan..." kata Mohammad Nasih, Staf Ahli AM Fatwa di MPR yang menceritakan kondisi Soeharto dengan ketiga anak buahnya kepadaku, dan juga cerita seringnya AM Fatwa menjenguk musuh politiknya itu ke Cendana maupun ke RSPP Pertamina.

***

Maafkan aku, yang telah berkhianat kepadamu ini. Aku sadar, kenapa kamu tidak bisa menerimaku lagi.

Friday, February 08, 2008

heran...

heran, laki-laki gak bajingan sekali aja, ga bisa pa?


seperti kata temenku yang, mungkin, juga ditujukan kepadaku. yah, kepadakku si pecundang sejati.

Wednesday, December 12, 2007

Maaf dari seribu tengkar!

Dulu, aku berbuat salah, dan pertengakaran di antara kita tumpah.
Lusa, aku melakukan keegoisan dan acuh kepadamu, pertengkaran pun jadi.
Kemarin, aku berkhianat atas janji kepadamu, dan pertengkaran tambah meluap.
Pertengkaran demi pertengkaran selalu mewarnai hidupku!
Aku tidak kuat, sungguh aku tidak kuat setelah seribu kali kita bertengkar.

Tapi, kamu tidak mau lepas dari aku, atau malah aku yang tidak bisa lepas dari kamu.
Ah, ini bukti egoisku.
Aku minta maaf!


Seperti diceritakan seseorang kepadaku, di tengah remangnya bulan purnama, bulan ini, di Taman Ismail Marzuki.

Saturday, September 08, 2007

Lir-ilir

Lir-ilir, lir-ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro

Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo…



Sayup-sayup bangun (dari tidur), pohon sudah mulai bersemi,
Demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru
Anak pengembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu
Meski licin, tetap panjatlah untuk mencuci pakaian

Pakaian-pakaian yang koyak (buruk) disisihkan
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore
Mumpung terang rembulannya, mumpung banyak waktu luang
Mari bersorak-sorak ayo…


Kanjeng Sunan Kalijaga, dengan terjemahan versi Xendro, dan dipopulerkan oleh Kiyai Kanjeng.